Puisi terbaik Chairil Anwar



YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,

menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin


Aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang

dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku


1949


SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946


SAJAK PUTIH

buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi

kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku

hidup dari hidupku, pintu terbuka

selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah...

Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,

dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...

1944


PRAJURIT JAGA MALAM


Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? 

Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, 
bermata tajam 
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya 
kepastian 
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini 
Aku suka pada mereka yang berani hidup 
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam 
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... 
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 

1948



DIPONEGORO


Di masa pembangunan ini 

tuan hidup kembali 
Dan bara kagum menjadi api 

Di depan sekali tuan menanti 

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. 
Pedang di kanan, keris di kiri 
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

AKU 


Kalau sampai waktuku

'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu


Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang 

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli


Aku mau hidup seribu tahun lagi


Maret 1943



DERAI DERAI CEMARA


Cemara menderai sampai jauh

terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan

sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan

tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949


CINTAKU JAUH DI PULAU


Cintaku jauh di pulau,

gadis manis, sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar,

di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,

di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!

Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau,

kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946


sumber : http://puisidansyairindonesia.blogspot.com/

0 komentar: